Entri Populer

Kamis, 27 Juli 2017

BUMI RAFFLESIA DI PESISIR BARAT SUMATERA


Indonesia memiliki beberapa provinsi dengan budaya berbeda. Setiap provinsi memiliki keunikan masing-masing. Mulai dari budayanya, keindahan alam maupun kehidupan sosial masyarakat yang berada disana. Provinsi Bengkulu merupakan salah satu provinsi di salah satu pulau besar di Indonesia, Pulau Sumatera. Kerap kali saya temui teman yang berasal dari luar Pulau Sumatera bertanya dengan pertanyaan yang tak asing bagi saya. “Dimanakah Provinsi Bengkulu? Di Kalimantan? Sulawesi?”. Tak hanya itu, banyak juga saya jumpai julukan buruk mengenai Provinsi Bengkulu. “Provinsi yang terkenal dengan gubernurnya sering korupsi ya? Atau terkenal dengan latar pendidikan siswanya seperti ujian nasional peringkat terbawah?”. Malu rasanya ketika mereka hanya mengenal Provinsi Bengkulu dengan buruknya saja. Di samping itu, Bengkulu memiliki begitu besar potensi yang memiliki daya jual dan daya tarik luar biasa di skala nasional maupun internasional. Ditinjau dari keindahan alam, budaya maupun kehidupan sosial yang menarik.
            Keindahan alam di Provinsi Bengkulu sungguh memanjakan mata bagi para pelancong yang gemar bermain dan menikmati alam. Bengkulu tidak hanya memiliki wisata alam di dataran tinggi yang hijau memanjakan mata. Namun Bengkulu juga dapat menyuguhkan obat pelipur lara biru memesona, pantai. Pantai yang terkenal dan banyak pengunjung adalah Pantai Panjang yang berada di Kota Bengkulu. Pantai Panjang membujur di pesisir barat Pulau Sumatera. Keindahan alam Pantai Panjang tak usah diragukan lagi. Disana para pengunjung dapat menikmati sunset maupun sunrise sambil bersantai dipinggir pantai. Tak hanya itu pengunjung juga dapat bermain dan berenang di pantai. Tak kalah menarik Bengkulu juga memiliki wisata dataran tinggi salah satunya adalah Kebun Teh Kabawetan yang berada di Kabupaten Kepahyang. Di Kebun Teh Kabawetan Pengunjung dapat menikmati suasana sejuk nan hijau di atas gunung bersama hamparan kebun teh layaknya karpet hijau asri terbentang luas. Di Kebun Teh Kabawetan pengunjung juga dapat menghirup udara segar pegunungan sambil bersantai maupun piknik bersama orang terkasih. Salah satu ciri khas Provinsi Bengkulu lainnya adalah keberadaan Bunga Rafflesia. Bunga raksasa yang hanya dapat ditemui di hutan Bengkulu. Bunga ini merupakan bunga indah dan terbesar di dunia. Bunga Rafflesia ditemukan oleh salah satu penjajah dari Inggris yang bernama Sir Stanford Raffles. Bunga ini dapat dinikmati pada musim tertentu di Bengkulu tepatnya di daerah Bengkulu Tengah. Oleh karena itu, Bengkulu kerap kali mendapat julukan sebagai Bumi Rafflesia.
            Provinsi Bengkulu memiliki keunikan sendiri apabila dilihat dari kehidupan sosial masyarakat. Salah satu kebiasaan masyarakat Bengkulu yang berbeda dari budaya Provinsi lainnya adalah adat dalam suatu acara dalam rangka memperingati sesuatu. Masyarakat Bengkulu selalu melakukan beberapa acara dengan jambar nasi kunyit. Jambar nasi kunyit adalah makanan yang hampir serupa dengan nasi kuning di beberapa daerah lain. Namun di Bengkulu, jambar nasi kunyit digunakan sebagai tanda syukur, menyelesaikan perselisihan, menyelesaikan sengketa, membayar nazar dan adat dalam pernikahan. Dilihat dari bentuknya, jambar nasi kunyit terlihat tiga warna yang sangat dominan. Yakni hijau, merah dan kuning. Ketiga warna tersebut menyimbolkan perdamaian, keberanian, dan keseluruhan budi masyarakat Bengkulu. Ayam diletakkan telentang, ditaruh di atas nasi kunyit. Maknanya berarti ada keikhlasan serta keterbukaan. Lalu merendahkan diri yang disimbolkan dengan posisi kepala ayam yang telungkup. Tak hanya itu, jambar nasi kunyit juga melambangkan kebersihan fisik dan hati. Di bawah nasi kunyit diletakkan delamak (alas) dengan benang emas, kain putih dan daun pisang.

            Kekayaan budaya Indonesia dimata dunia sudah tidak diragukan lagi. Berjuta budaya bergabung menjadikan Indonesia sebagai negeri yang berbudaya. Bengkulupun memiliki budaya yang unik dan menarik untuk diketahui. Bengkulu adalah salah satu provinsi yang memiliki bahasa berbeda disetiap kabupaten di dalam satu provinsi. Bengkulu memiliki 9 kabupaten/kota dan disetiap kabupaten/kota memiliki suku yang berbeda. Disetiap suku memiliki bahasa yang berbeda. Beberapa suku di Bengkulu yakni Suku Rejang, Serawai, Enggano, Kaur, Lembak, Muko-muko, Pekal. Selain keberagaman suku, Bengkulu memiliki beberapa tarian adat yang sering digunakan pada acara maupun upacara tertentu. Diantaranya yaitu Tari Andun, Ganau, Kejei, Persembahan dan Lanan Belek. Diantara tarian tersebut tari yang paling sering ditampilkan adalah tari persembahan dimana tari ini sering digunakan oleh masyarakat Bengkulu untuk menyambut tamu maupun digunakan dalam acara pernikahan.

Sabtu, 29 Agustus 2015

Gelak Riang Penerus Bangsa

Hi blogger!

Saya akan kembali berbagi pengalaman saya dalam kiprah sanitasi. Terima kasih telah berkunjung ke 'catatan kecil' saya di media sosial.

Gelak Riang Penerus Bangsa

Sabtu, 22 agustus 2015
[Artikel ini menyangkut dengan artikel sebelumnya]
Malam kemarin kami telah melaksanakan tugas dengan baik sampai pukul 23.00 malam dini hari. Letih dan gejala-gejala kehabisan suarapun mulai saya rasakan. Hari ini kami akan melanjutkan tugas untuk bersosialiasi di 3 sekolah dasar yang telah ditargetkan kementrian PU. Yaitu sd 04, sd 36, dan sd sint carolus.

Surat izin yang diberikan kementrian PU ke sekolah mulai dari jam pelajaran pertama. Mendengar hal tersebut berarti saya dan kelima teman akan meninggalkan jam pelajaran di sekolah seharian mulai dari jam pertama. Suara saya belum sepenuhnya pulih untuk bersosialisasi dan berseru kembali dimuka umum. Namun saya mengupayakan agar dapat melakukan penyuluhan kembali demi terwujudnya program kerja saya.

Sekolah pertama yang kami datangi ialah SD 36 di Padang Jati Kota Bengkulu. Sebelumnya dari kementrian PU sendiri telah menyiapkan bahan permainan dan lainnya untuk menunjang penyuluhan. Sasaran kami kali ini ialah anak-anak sekolah dasar sebagai agen penerus bangsa nantinya. Ketika kami memasuki gerbang sekolah dasar 36 kami sunggu disambut bak artis bersama adik-adik disana. Mereka riang hendak menyalami kami. Kami memasuki sebuah ruangan kelas dimana disana pihak sekolah telah mempersiapkan muridnya untuk mendengarkan celotehan kami. Waktu kami sangat terbatas kami melakukan penyuluhan dengan tema persampahan dimana disini kami harapkan penerus bangsa sadar peduli dengan sampah dan pengolahannya.

Selanjutnya kami singgah ke SD Sint carolus di Kampung Kota Bengkulu, Ternyata disana pihak sekolah telah lama menunggu kedatangan kami sedari pagi. Disetiap sekolah kementrian PU juga mempromosikan mengenai lomba kiprah sanitasi sekolah bersih ke setiap sekolah yang telah kami datangi. Saya sangat mengapresiasi di sekolah ini. Dimana adik-adik sangat antusias bertanya dan menjawab pertanyaan kami, mereka tertawa dan berlomba-lomba ingin bergabung dalam permainan yang kami suguhkan. Ada satu orang anak yang sangat saya apresiasikan keaktifannya namanya Caca, dari awal kami bersosilasiasi ia sudah bertanya dimana pemikiran pertanyaannya sangatlah jauh daripada pemikiran anak sd lainnya. Kami akhiri pertemuan singkat tersebut dengan berfoto bersama.

Terakhir, kami melanjutkan dengan bersosialisasi di SDN 04 di Kebun Ros Bengkulu. ketika bersosialisasi disini adalah puncak suara emas saya mulai sedikit demi sedikit mengecil. saya mulai merasakan kesakitan pada bagian tenggorokan. Namun ada hal berbeda di sekolah ini, sebelum kami melakukan sosialisasi semua siswa menampilkan yel-yel sekolah mereka. Mereka kompak dan semangat dalam menyampaikan yel-yel tersebut. Saya sangat senang melihat kecerdasan penerus bangsa bibit-bibit harapan bangsa yang dididik dan dituntut untuk kreatif seperti yel-yel yang mereka tampilkan. Kami memilih topik yang sama dalam sosialisasi yaitu mengenai persampahan. mereka harus dibimbing dan dibiasakan dari usia dini untuk berbudaya hidup bersih sehingga kelak mereka akan membawa kebiasaan tersebut dimanapun mereka akan berpijak. Di sekolah dasar negeri 04 adik-adik sangatlah antusias dan aktif. Dan juga peserta dari sekolah ini sangatlah banyak sehingga membuat mereka saling berebut untuk bertanya dan bermain permainan yang telah kami suguhkan.

Potret riang dan peduli anak bangsa terhadap sanitasi sangatlah berpengaruh untuk Indonesia nantinya. Semoga janji mereka untuk peduli sanitasi bukan hanya janji 'masa kecil' namun mereka bawa hingga akhir hayat. Salam sanitasi!
gambar 1/ berfoto bersama di sdn 36

gambar 2. keceriaan adik-adik sdn 36 

gambar 3. media sosialisasi kotak sampah berwarna 

gambar 4. keceriaan anak sd sint carolus

gambar 5. sosialisasi bersama adik-adik sd 04

gambar 6. peserta sosialisasi adik-adik sd 04

gambar 7. berfoto bersama adik adik sd 04 beserta guru

SANITASI BERBASIS MASYARAKAT

Hai blogger!

Kembali saya akan mempublikasikan sebuah artikel mengenai sanitasi. Sebelumnya saya telah berbagi mengenai sanitasi dan pengalaman saya dalam kiprah sanitasi di Indonesia. Pada tautan kali ini saya ingin membagi pengalaman kembali terhadap aksi nyata membangkitkan kembali sanitasi di Indonesia.

SANITASI BERBASIS MASYARAKAT

Jumat, 21 Agustus 2015
Dering telfon menyadarkan saya bahwa malam ini saya akan melaksanakan kewajiban kembali sebagai agen perubahan pola pikir sanitasi di mata masyarakat. Saya akan melakukan penyuluhan ke Kecamatan bentiring Kota Bengkulu. Saya bersama keempat Duta Sanitasi 2013 mulai berkumpul di rumah saya yang nantinya akan ada petugas kementrian PU yang akan menjemput dan memfasilitasi kami untuk melakukan penyuluhan Sanitasi. Pengalaman pertama bagi saya dan teman-teman terjun langsung ke masyarakat. Dimana disini kementrian PU telah memberitakan kepada kami bahwa pendengar kami adalah orang dewasa. Karena biasanya pendengar kami ialah anak-anak tk, sd, dan smp karena mereka sebagai agen penerus sekaligus perubahan untuk bangsa Indonesia sendiri.

Topik yang akan kami sampaikan malam ini ialah 'sanitasi berbasis masyarakat' dimana kami akan menyampaikan mengenai air limbah secara spesifik. Jam telah menunjukkan pukul 8 kami telah tiba di sasaran. Kami akan bersosialisasi di sebuah masjid dan disana masyarakat telah menunggu kedatangan kami. Namun yang sangat disayangkan partisipasi masyarakat sangatlah kurang, karena yang datang dalam sosialisasi tersebut hanya terdiri dari 10 orang. Disana kami membahas mengenai pentingnya MCK bagi kesehatan dan juga berhubungan langsung dengan air limbah tentunya. Kementrian PU memiliki program akan membangun MCK sehat di kecamatan bentiring namun setelah di diskusikan bersama MCK sehat tidak memungkinkan untuk dibangun di kecamatan bentiring pasalnya tanah di daerah bentiring yang bergelombang. Kondisi air disana sangatlah minim dan sangat membutuhkan solusi lain dari pemerintah dalam mengatasi pembangunan MCK sehat tersebut.

Kami bergantian menyampaikan materi yang telah kami siapkan sebelumnya kepada masyarakat. Ketika sesi pertanyaan tiba masyarakat sangatlah antusias untuk bertanya lebih lanjut mengenai MCK dan air limbah, Walaupun partisipannya sedikit namun saya sangat mengapresiasiikan semangat mereka untuk membangun kecamatan. waktu telah menunjukkan pukul 22.00 WIB kami segera meninggalkan masjid tersebut dan berpamitan. Terima kasih atas partisipasi lapisan masyarakat dalam hal sanitasi, junjung terus pendirian memajukan sanitasi di Indonesia dengan peduli sanitasi dan masa depan air
gambar 1. Peserta Penyuluhan Sanitasi Berbasis Masyarakat di Kecamatan Bentiring

gambar 2. Sosialisasi mengenai pentingnya mengolah air limbah

gambar 3. Peserta penyuluhan sanimas di kecamatan bentiring
. Salam sanitasi!

Rabu, 15 Juli 2015

Memulai Kembali

hi blogger! Sudah bertahun-tahun catatan kecil saya di media sosial ini tidur, dan saya rasa kini waktu yang tepat untuk segera bangun dan berbagi kembali. Pada tautan ini, saya ingin berbagi kebahagiaan, keceriaaan yang 'mereka' ciptakan yang membuat saya ingin membaginya. 

MEMULAI KEMBALI

Gelar sebagai 'Duta Sanitasi 2013' menuntut saya untuk terus bergerak aktif menciptakan karya dan ide baru sebagai salah satu penggerak bangsa. Amanah untuk meningkatkan kualitas sanitasi di Indonesia semakin menghantui saya untuk terus melakukan aksi nyata di lapangan. Amanah khusus untuk saya Alhamdulillah sudah saya jalankan dengan baik dengan melakukan program aktif selama satu tahun sebelum akhirnya digantikan oleh penerus saya Duta Sanitasi 2014. Namun, tanggung jawab saya untuk membaktikan diri untuk bangsa tidak hanya berujung pada akhir masa jabatan pada tahun 2014, namun tanggung jawab saya semakin besar untuk terus menjalankan program. Semakin bertambahnya usia, saya merasa semakin berat dalam melakukan aksi karena beban saya semakin bertambah diiringi dengan naiknya ke jenjang sekolah yang lebih tinggi. Setelah sekian lama saya 'tidur' akan program kerja, dan akhirnya 14 juli 2015 saya memulai kembali melakukan sosialisasi mengenai lingkungan dan sanitasi sekaligus berbuka bersama dengan salah satu Panti Asuhan di Kota Bengkulu. 

Senin, 13 juli 2015.
 Hari yang cerah, saya dan kelima teman Duta Sanitasi 2013 bersiap-siap untuk acara esok harinya. kami berdiskusi, berdebat panjang untuk berbagai persiapan matang. sasaran kami kali ini adalah adik-adik SD-SMP sebagai agen perubahan bangsa yang pola pikirnya masih dapat 'dibentuk' dengan pemahaman yang baik. Dimulai dengan membuat rundown acara hingga rencana-rencana permainan yang kami debatkan agar acara tidak 'garing' nantinya. Kami bersama-sama mengumpulkan uang untuk berbelanja bersama membeli keperluan-keperluan sosialisasi dan bahan untuk berbuka. Kami memutuskan untuk membeli barang dan perlengkapan lainnya di salah satu pasar di Kota Bengkulu. Hingga senja menyongsong hari kami mulai aksi kami dengan membungkus bingkisan kado, memasak makanan dan persiapan lainnya. Setelah semua selesai kami kembali ke rumah masing-masing sambil berharap kesuksesan selalu dipihak kami.

Selasa, 14 juli 2015
Esok harinya kami berjanji untuk berkumpul bersama pada pukul 16.00 WIB namun perkiraan kami pada susunan acara salah. salah satu teman yang bertugas menggoreng takjil untuk berbuka belum selesai memasak hingga pukul 17.00. Akhirnya acara berjalan tanpa rundown yang jelas. Kami melangkahkan kaki di Panti Asuhan Bumi Nusantara langsung disambut hangat oleh adik-adik yang berlarian menyalami kami bak artis papan atas. Mereka menyilahkan kami masuk sambil mereka membantu barang-barang sosialisasi dan makanan berbuka dimasukkan ke dalam panti. Saat itu pukul 16.30 namun salah satu teman kami belum kunjung datang akhirnya kami memutuskan untuk memulai acara berhubung waktu yang sempit karena akan berbuka puasa. Saya membuka acara sekaligus berkenalan hangat dengan mereka. Pada awalnya respon mereka terhadap saya hanya datar dan tidak antusias namun saya berusaha untuk membawa suasana seceria mungkin dengan memberikan yel-yel diiringi dengan teman-teman lainnya sehingga membuat suasana meriah. Acara dilanjutkan dengan penyuluhan mengenai sanitasi dan lingkungan. Disini kami mensosialisasikan macam-macam sampah dan penanganannya. Secara bergantian kami mulai menjelaskan materi kami. Diujung sosialisasi kami menyelipkan beberapa permainan untuk mencairkan suasana. Mulai dari tanya jawab mengenai materi penyuluhan, game memilah sampah di kotak sampah yang benar dan permainan lainnya. Kami membagi mereka dalam tiga kelompok. Permainan pertama yaitu lomba yel-yel 3R (Reduce, Reuse, Recycle) secara berkelompok. Kami menilai kekompakan, keseruan dan semangat mereka dalam bernyanyi sambil bertepuk tangan. Antusiasme mereka membuat kami sangat bersemangat. Acara selanjutnya adalah tanya jawab materi penyuluhan dengan iming-iming hadiah besar. permainan ini untuk melatih ingatan mereka tentang apa yang telah kami sampaikan sebelumnya. Lepas permainan tersebut kami lanjutkan dengan permainan memilah sampah. Secara berkelompok kami nilai mereka untuk memasukkan sampah-sampah yang telah kami sediakan untuk dimasukkan kedalam kotak sampah sesuai warnanya. Dalam permainan ini mereka sangat antusias untuk menang, rasanya senang sekali ketika melihat mereka peduli dan respect untuk berusaha memahami apa yang kami sampaikan. 

Waktu telah menunjukkan pukul 17.45 WIB saya bersama teman-teman memutuskan untuk istirahat dan bersiap-siap berbuka bersama. Lepas berbuka saya bersama kelima DuSan lainnya dituntun adik-adik yayasan melangkah ke masjid terdekat untuk menjalankan sholat berjamaah. Kemudian sebelum makan malam tiba, kami meminta mereka untuk mencuci tangan pakai sabun dengan baik, ada beberapa adik yang langsung mencomoti makananya tanpa memcuci tangan namun kami bersama bapak pengurus meminta mereka untuk segera mencuci tangan terlebih dahulu. Saya benar-benar terlecut ketika kami lagi makan malam bersama ada salah satu anak mungkin berumur sekitar 11 tahun berkata "Ai, kerupuk ambo di tengah male nianlah" sambil menyalahkan salah satu temannya. namun adik kecil mungkin berkisar umur 9 tahun disampingnya berkata "Nah, ambillah kerupuk ambo ajo jangan belago" seketika saya terlecut betapa pemahaman mereka dibentuk dengan sangat baik. Dengan kondisi mereka yang serba terbatas mereka saling menghargai 'Saudara' mereka. Dari sini saya belajar banyak sekali bersyukur betapa kehidupan saya jauh lebih baik dari mereka. Namun kebahagiaan mereka disana takkan pernah ternilai dengan 'harga'. 

Lepas makan malam bersama kami lanjutkan acara dengan tanya jawab kembali mengenai materi yang disampaikan. Disini kami juga memberikan kesempatan bagi adik-adik untuk bertanya dan diiming-imingi hadiah. Mereka sangat bersemangat menjawab dan bertanya kepada kami. Bahkan ada salah satu anak yang bertanya lalu ujung kalimatnya berkata saya bertanya hanya ingin hadiah. Namun dengan begitu kami sangat senang mereka memahami apa yang kami sampaikan dan saya berharap mereka terapkan dalam kehidupan sehari-hari. Mereka sangat antusias ketika kami menjelaskan bagaimana membuat pupuk kompos dirumah. Hingga waktu telah menunjukkan pukul 20.00 waktunya kami untuk berkemas pulang. Kami mengakhiri semua rentetan acara dengan bersalaman hangat. 

Hari itu banyak sekali pelajaran yang dapat saya dan teman-teman petik. Kebersamaan dan kasih sayang sesama saudara yang sangat berharga menjadikan mereka anak yang bermoral baik. Saya harap kelak mereka semua dapat menjadi orang sukses yang sangat berpengaruh dalam peradaban bangsa ini. Salam sanitasi!
 
Gambar 1. Persiapan sosialisasi
Gambar 2. Antusias adik-adik PA Bumi Nusantara dalam permainan memilah sampah.

Gambar 3. Kotak sampah dengan warna untuk menunjang permainan memilah sampah.
Gambar 4. Berfoto bersama adik-adik Panti Asuhan Bumi Nusantara.

 



Kamis, 24 Juli 2014

Surga Kedua


            Ketukan kasar dari balik pintu kayu terdengar kencang memekakkan telinga. Tangan yang terkepal erat terus mengetuk menunggu tanggapan dari dalam. Aku tersentak dengan pekakan yang membahana di sudut-sudut kamar. Dengan mata sayu aku berjalan menuju pintu kayu yang menghubungkan kamarku dengan sisi luar. Jika dibuka pintu itu selalu menimbulkan deritan kecil gesekan antara engsel pintu yang kering dan sudah lama tidak diganti dengan yang baru. Tanganku menggenggam gagang pintu lalu membuka pelan dengan perasaan kesal dengan makhluk yang telah mengganggu lelapku. Pencahayaan di luar kamar sangat terang, mataku silau menatap mentari yang menyentuh lembut wajah kusamku.
            “Kenapa?” aku mencoba mengenal orang dihadapanku.
Matanya bulat membesar, badannya kekar, rambut gimbalnya lembut disentuh angin pagi. Aku sangat mengenal pria berkaca mata ini.
“Thomas! Kau harus berangkat sekarang, Tabulabu kebakaran. Aku yakin mereka membutuhkan kau. Aku tak tahu bagaimana nasib anak-anak disana jika mereka harus menderita tak punya tempat tinggal.” wajah cemas Tegar tampak jelas disetiap rautan wajahnya. Keringat bercucuran disela-sela pelipis hitamnya.
“Kau dapat berita darimana? Santai kawan. Kau seperti buronan yang dikejar anjing pelacak polisi saja.” aku mencoba meyakinkan diri bahwa berita tersebut tidak benar.
Tabulabu adalah tanahku yang kedua. Aku belajar banyak dari masyarakat disana. Mereka membuat aku sangat mencintai negeriku. Betapa bahagianya mereka walaupun berada di pelosok negeri dengan berbagai keterbatasan namun tetap memiliki semangat untuk mempertahankan budaya dan kepercayaan mereka.
            “Santai bagaimana thomas? Kau begitu mencintai mereka dan merekapun juga. Aku yakin kau sangat dibutuhkan disana. Setidaknya sebagai penghibur. Subuh tadi aku dapat berita dari Koh Acong. Koh Acong bilang mereka membutuhkan pertolongan.”
            Tanpa berpikir panjang aku melompat mengemas barang-barangku untuk segera ke Tabulabu. Tabulabu desa kecil di ujung Borneo. Waktu tempuh menuju Tabulabu sekita 12 jam dari Kota Samarinda. Diperparah lagi dengan jalan yang tidak kondusif dan harus berjalan kaki dari perbatasan Desa Taong menuju Tabulabu sebab tak ada aspal mulus yang dapat dilewati kendaraan disana. Mobil jeep marmer dengan roda berlapis baja terparkir gagah di depan kos-kosanku. Mobil itu siap mengantarkan kami menuju Tabulabu. Disepanjang jalan aku menikmati semesta. Betapa hijaunya negeriku, betapa kagumnya aku melihat keagungan-Nya. Hijau sepanjang mata memandang. Sepanjang jalan terdapat 2 air terjun yang terjun mulus dari sumbernya. Jika tidak terdesak aku selalu menyempatkan diri untuk bertandang kesana sekedar untuk merasakan kesegaran airnya dan menenangkan sejenak pikiran yang kulut dan letih menuju Tabulabu.
            Perjalanan diteruskan tanpa banyak berhenti untuk istirahat. Kami sudah berada di perbatasan Desa Taong dan harus melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki sekitar 2 jam untuk menuju Tabulabu. Tabulabu dihimpit diantara hutan dan pekebunan. Jarang ada pendatang ke sana sebab letaknya yang jauh dari keramaian. Aku mengenal tanah ‘kedua’ku itu hanya informasi dari internet. Aku seorang pengagum semesta. Aku melihat, aku mendengar, dan kutuliskan setiap tarikan nafasku pada catatan kecil. Diusia muda ingin kuhabiskan hanya untuk berkeliling mencari kedamaian. Mencari titik dimana Tuhan mengutukku untuk selalu bersyukur disetiap mata, telinga, perasaan merasakan semesta yang begitu sempurna.
Awalnya aku hanya menceritakan temuan baruku dengan seorang teman yang kutahu ia memiliki jiwa sama sepertiku. Dengan modal berani kami menyusuri Nusantara untuk mencari ranah Tabulabu. Tuhan mempertemukan aku dengan ‘surga’. Tabulabu desa yang amat ramah, mereka sambut kami dengan kehangatan. Mereka kenalkan kepada kami budaya yang sangat menakjubkan. Mulai dari bermain musik, hingga upacara-upacara adat kepercayaan yang memuja semesta yang masih melekat dalam jiwa mereka. Anggap saja aku relawan dadakan disana. Aku mengenalkan mereka dunia luar dan begitu takjubnya mereka bahwa dunianya tidak hanya sesempit Tabulabu tapi mereka memiliki dunia yang begitu luasnya.
Kami tiba di Tabulabu tengah malam. Sambil menikmati angin malam aku menyusuri hutan lebat menuju Tabulabu. Kunang-kunang malam menari-nari menyambut kedantangan kami. Berita tersebut benar, Tabulabu kini hanya serpihan arang gosong. Bangunan yang masih berdiri gagah hanya satu rumah diujung pintu gerbang Tabulabu, rumah tersebut mereka kenal dengan sebutan ‘Rumah Suci’. Rumah suci adalah tempat mereka bersembahyang memuja Tuhan-nya.
            “Aku tak tahu harus menolong lewat apa Tegar. Ranah ini telah tiada.” aku menahan air mataku.
            Di pinggir Tabulabu, masyarakat membuat pengungsian kecil. Setengah masyarakat Tabulabu mengungsi di Rumah Suci dan sisanya membuat perapian kecil di ujung desa. Aku menghampiri kepala desa Tabulabu dengan perasaan yang amat sedih melihat surgaku yang dilalap habis tanpa perasaan.
            “Bapa, saya turut berduka dengan bencana yang menimpa Tabulabu. Sebisanya saya akan membantu bapa.”
            “Terima kasih Thomas. Terima kasih kau sudah berkunjung ke sini. Kami sangat membutuhkanmu Thomas.”  kepala desa Tabulabu merangkulku erat sekali air matanya tak sanggup ditahan, dari kedua bola matanya terjun lembut air mata kesedihan.
            “Kami tak tahu Thomas, bagaimana Tabulabu dapat dilalap dengan cepatnya. Malam itu seluruh keluarga sudah terlelap, tiba-tiba saja salah satu warga mengetuk rumahku mengabarkan berita duka tesebut. Aku langsung membangunkan warga dan melipir ke Rumah Suci. Kini hanya gubuk inilah yang kami punya Thomas. Tabulabu telah tiada.”
            Aku tak dapat menahan air mataku. Aku dekap kepala desa dengan perasaan turut berduka.
            “Sampai saat ini belum ada yang tahu apa yang menyebabkan Tabulabu terbakar habis. Aku bersama warga Tabulabu akan berusaha secepatnya menemukan penyebab kebakaran.” lanjut kepala desa.
            Keesokan harinya aku turut membantu warga Tabulabu membereskan barang-barang dan mencari puing-puing yang masih dapat digunakan. Sesudah berkeliling mencari puing yang dapat digunakan kembali aku mencoba menghibur anak-anak di Tabulabu. Tabulabu memiliki 3 kasta, yaitu kasta naka, jama, dan wata. Kasta naka adalah kasta anak-anak, jama untuk remaja sampai dewasa, dan wata untuk penduduk lanjut usia. Aku menghibur naka dengan menyanyikan lagu anak-anak lantas bermain bersama melepas kesedihan. Mereka amat riang dan bersahabat denganku. Senyuman mereka, kepalan tangan mereka, juga pasti akan berpengaruh untuk kemajuan bangsa ini dimasa depan. Namun ketiadaan mereka di tanah yang pantas pendidikan membuat mereka diabaikan.
            “Woi… Aku tahu siapa pelaku yang membakar habis Tabulabu.” Pekikan seseorang dari kejauhan membuat aku bersama naka memberhentikan aktivitas kami sejenak.
            Aku berlari menjumpai warga yang memboyong dua orang berseragam hitam dengan topi bundar yang melingkup di kepalanya. Ternyata dua orang tersebut berasal dari kota. Mereka ingin menguasai hutan.
            “Sejak dulu mereka mengusir kami Thomas. Awalnya dengan diplomasi lembut namun kami tidak terima Thomas tanah kami diambil begitu saja dengan manusia serakah yang ingin merusak alam seperti mereka. Kami tolak mentah-mentah dan sudah 3 kali mereka datang usai diplomasi pertama tapi kami tolak mentah-mentah dan sekarang mereka bertindak kasar kepada kami. Kami temukan mereka di pinggir hutan sedang menebang kayu. Mereka sungguh manusia terkutuk Thomas.” Jelas kepala desa denganku di depan dua orang kota yang membakar Tabulabu.

            Aku tak dapat menahan air mata melihat tangis para naka dan seluruh warga Tabulabu melihat dua orang serakah tersebut dihukum dengan diikat kedua tanggannya. Namun Tabulabu tak butuh belas kasihan mereka untuk mengganti rugi kerugian. Tabulabu tumbuh sendiri bersama alam. Mereka hidup dari alam tak ada campur tangan manusia luar yang membantu. Aku yakin surgaku akan kembali gagah menantang dunia. Sumpahku sejak melihat tangis mereka, aku akan terus dan tetap mencintai surgaku abdiku untuk tanah kedua, Tabulabu.

Pita Manis untuk Hanna

 

            Cakrawala mulai memerah memunculkan sang surya dengan cahaya yang menelisik hingga pelosok negeri. Wajah anggun sang mentari menyapa jiwa-jiwa kemenangan. Hari yang amat ceria, pakaian bersih serba baru. Tampak beberapa anak kecil berlarian kecil di halaman menyambut hari suci. Hari ini hari kemenangan bagi umat islam. Hari Raya Idul Fitri, hari yang dinantikan sekian juta umat manusia di bumi. Setelah pahit getir menjalankan ibadah puasa selama satu bulan. Semua orang berlomba-lomba memohon maaf atas khilafnya, menjalin silaturrahim ke berbagai kerabat.
            Gema takbir menggetarkan jiwa. Hanna terbangun dengan wajah kusut menahan kantuk. Kembali Hanna menarik nafasnya dalam-dalam, melihat ruangan yang kembali sama. Hari ini adalah hari yang sangat dinanti umat muslim, namun kenyataan berbeda dengan kondisinya saat ini. Hanna terbaring kaku di ranjang rumah sakit dengan belalai infus yang membelit di tangan kirinya. Disebelahnya, ada ibu. Ya.. Ibu yang selalu menemani Hanna.
            “Sudah bangun nak? Alhamdulillah kondisi Hanna sudah membaik sayang.” Sahut ibu dengan belaian lembut di rambut Hanna.
            Hanna hanya tersenyum tipis. Tak ingin dilihat sedih oleh ibunya yang memperjuangkan segalanya demi Hanna. Ingin sekali rasanya ia bangun lalu bermain bersama anak sebayanya yang kini tengah menikmati Hari Raya dengan gembira. Memakai baju baru yang masih tercium aroma toko, wajah baru, semangat baru, namun beranjak dari ranjang saja ia jatuh bangun. Hanna gadis kecil berumur 11 tahun yang mengidap penyakit keras, Leukimia. Ia menderita penyakit kekurangan sel darah putih ini sejak berumur 9 tahun. Hatinya selalu ingin bebas, bebas dari segala yang mengikatnya. Namun Tuhan belum mengizinkan Hanna untuk kembali bebas bermain hingga pada hari ini Hanna masih terkukung lemah di dalam ruangan rumah sakit.
            Lain halnya dengan gadis mungil sebaya. Gadis yang memiliki kepribadian yang amat baik. Matanya bulat, pipinya bertirus dengan lesung pipit yang amat memukau. Ia mengenakan baju sederhana berbeda dengan temannya yang lain. Ia sedang mempersiapkan kue cantik dengan hiasan pita manis di atasnya. Trias, nama yang amat cantik secantik hati yang ia miliki. Trias sahabat seperjuangan Hanna. Trias amat merindukan sahabat kecilnya, Hanna. Semenjak Trias pindah rumah ke daerah Bandung, Trias amat jarang bertemu Hanna. Hingga pada hari ini ia ingin memberikan kado kecil yang ia bingkis amat cantik untuk Hanna.
            Trias ke Semarang kediaman Hanna bersama mama dan papanya. Keluarga kecil yang amat bahagia. Selama perjalanan Trias memimpikan kue dengan pita yang amat cantik menghiasinya dinikmati bersama sahabat lamanya. Sahabat suka dan dukanya dulu. Sesampainya di rumah sakit Trias merasakan sesuatu yang amat berbeda, rasa senang yang amat luar biasa. Trias masuk ke dalam ruang VIP tempat dimana Hanna sedang diikat oleh penyakitnya. Tidak ada kejutan, Trias tidak ingin menggangu Hanna, namun dengan cinta yang amat luar biasa sebagai seorang sahabat karib.
            “Happy birthday Hannaaaa…” trias berlari menuju ranjang Hanna lalu memeluk erat kawan lamanya yang  sedang berulang tahun. Genap sudah usia Hanna kini 11 tahun. Dengan perasaan begitu gembiranya Hanna menitikkan air mata kesenangan yang luar biasa.
            “Terima kasih Trias, aku rindu kamu. Kenapa kamu tidak menghubungiku?” Hanna masih memeluk Trias dengan air mata yang membanjiri pipinya.
            Genap sudah usia Hanna menginjak 11 tahun. Tak terasa 2 tahun sudah ia melawan sakit yang amat ganas menggrogoti tubuh mungilnya. Hingga didetik-detik hari kemenangan dan tepat di hari ulang tahunnya, ia menghembuskan nafas terakhir dengan membawa sejumput kesenangan yang tak akan dapat tertukar. Hari ini batu besar sedang menghujat jiwa yang menyayangi Hanna. (BEALOVE//RIFDAVIRANA)

            

Jumat, 02 Agustus 2013

Kehilangan Sang Fajar

    Ketika semua nyawa masih dalam lelapnya, ketika mentari urung menyembul barang kali sedikit untuk menghangatkan, dia sudah terbangun. Matanya seakan sudah kembali dari butanya tidur, tak peduli si jantan belum berkokok memanggil pagi. Ia sudah siap. Siap mengawali harinya yang luar biasa. Sedikit-sedikit mata pandanya mengerjap di sela-sela jendela, hanya merasakan suara yang ia tangkap dari pendengarannya. Apakah sudah bangun si gendut merah? Tak ada kaki yang berjalan di luar kamar, tak ada nyawa yang bernafas di luar kamar. Panti itu masih hening. Teman sebayanya belum ada yang mengharu biru, mengeluh, menyambut hari melainkan masih terbujur di atas ranjang lusuh berpeluk bersama mimpi masing-masing.
    Tangannya meraba dinding mencari pintu kamar. Kaki mungilnya bekerja sama dengan sepasang tangan untuk mencapai pintu. Perlahan ia buka pintu kamar dengan sangat hati-hati. Jangan sampai menimbulkan desitan suara.Udara dingin subuh menusuk hingga ke tulang, badan mungilnya berusaha untuk bertahan melawan dingin. Segitiga berselaput kabut terlihat memesona di ujung cakrawala. Kebun strawberry berjajar rapi di depan panti. Hawa yang begitu sejuk. Kadang ia merasa sangat menyesal dengan takdir. Seandainya sepasang mata cantiknya dapat memandang luas, tak perlu ia meraba setiap kali ingin berjalan, tak perlu ada bantuan ketika ia tergopoh jatuh tersandung. Namun upayanya untuk sadar diri haruslah tetap berlanjut, karena nyawanya adalah milik-Nya.
    Mencari titik emas di pagi buta adalah kesehariannya sejak seminggu terakhir. Sebelum adzan subuh berkumandang, sering kali ia duduk di batu depan panti merasakan sejuknya udara bersih. Merasakan jajaran kebun strawberry di hadapannya. Angin kecil menyentuh lembut pipi mungilnya, seakan menyapa riang. Senyumnya tak pernah luput menyungging di wajah cerahnya. Ditambah lagi sepasang lesung pipit yang menjadi pengawal senyum manisnya.
    "Meylana.."
    Suara itu tak asing di kupingnya. Matanya mengerjap mencari sumber suara. Tangannya meraba-raba ke belakang mencari sosok yang amat dikenalnya.
    "Kak Intan?"
    "Aku tahu, subuh buta ini selalu asyik menyambut kau disini. Kaupun begitu, begitu asyik menyapa pagi dengan tersenyum bersama lesung pipimu yang begitu manis."
    "Darimana kakak tahu aku sering disini? bukankah penghuni panti masih terlelap?"
    "Setiap kali kau meraba mencari pintu keluar dari kamar aku menyaksikannya sayang."
    Senyum kak Intan begitu lembut. Tangannya mengelus rambut panjang Meylana yang dibiarkan terurai. Lalu dengan riang menemani Mey menyaksikan subuh buta bersama. Ketika adzan subuh berkumandang, itulah saatnya Mey harus kembali ke panti. Sebab sebelum ada yang tahu Mey keluar subuh buta, Mey harus berada di dalam kamar. Kak Intan adalah sukarelawan panti ini. Panti Asyifa namanya. Disini kebanyakan penghuninya adalah anak berkebutuhan khusus, seperti Meylana. Wanita mungil ini tuna netra. Matanya tak lagi dapat menatap, hanya sepasang tangan yang dapat meraba, sepasang telinga yang mendengar, dan sepasang kaki untuk melangkah.
    "Ada yang kau saksikan disini sayang? apakah ada pertunjukan menarik dihadapan kau?"
    "Hm.. Aku seperti bidadari di subuh buta ini kak. Hanya merasakan indahnya pagi, ketika si kuning belum ingin aku merasakan hangatnya tapi aku ingin merasakan dulu sejuknya gelap di mata kalian. Aku disini bagai burung dengan sayap terindah yang terbang mencari titik emas. Dimana menanti sang fajar timbul itulah yang kurasakan saat ini." Senyum hangatnya selalu terlihat riang dimata kak Intan.
   Semua orang mengagumi Meylana. Ia anak yang cerdas. Diumur 11 tahun ia mampu hidup di panti tanpa orang tua dengan kekurangannya. Banyak sekali orang dari kota ingin mengadopsinya sebagai anak dengan janji akan disekolahkan dan akan dijanjikan masa depan yang baik. Namun setiap kali dirinya diajak ke kota Meylana selalu menolak ajakan tersebut. Baginya panti di lereng gunung yang begitu asri ini adalah surganya. Biarlah ia menyambut masa depannya disini bersama teman sebayanya yang selalu menemani bermain, belajar membaca, hingga bernyanyi. Meylana sangat mencintai panti ini.
    Sore itu Meylana kebagian piket kamar. Ia meraba-raba membersihkan kamar bersama anak panti lain. Tiba-tiba pintu kamar berderik berbunyi. Pintu kayu lusuh tersebut didorong dengan kasar. Ya, si gendut merah datang. Karena anak panti sudah terbiasa dengan celotehannya setiap hari sekatika kamarpun hening tak ada yang berani bersuara kecuali si gendut merah. Si gendut merah adalah pengurus panti. Badannya yang besar, matanya yang melotot tajam, tangannya yang setiap berjalan terkepal, sangat kekar. Kalau berjalan sering kali Mey dan teman-temannya mengolok-ngolok dari belakang karena lemak ditangannya selalu seperti bergantung dan bertopang ditubuhnya, jika berjalan selalu bergoyang.
    "Meylana! kau dicari orang diluar. Cepatlah keluar. Yang lain tetap kerja kalian." dengan logat khas bataknya si gendut merah memanggil. Di luar ternyata datanglah orang dari kota. Lagi-lagi ingin mengadopsi Mey. Berita kepandaian, kecantikan, dan ketegaran Mey sudah menyebar luar karena kak Intan. Kak Intan sering kali menulis beberapa tulisan di dunia maya seperti cerpen yang mengisahkan Meylana. Ternyata yang akan mengadopsi Mey adalah seorang pejabat di kota. Panti akan dibayar mahal jika berhasil membujuk Mey untuk tinggal di kota bersamanya. Sepasang suami istri tersebut belum dikaruniai anak, jadi ia bermaksud untuk mengadopsi Mey. Walaupun Mey berkebutuhan khusus namun mereka siap membiayai dan menyekolahkan Mey di sekolah berkebutuhan khusus di kota.
   Mey terpaksa dibawa ke kota karena si gendut merah memaksa. Karena keluarga tersebut membayar panti dengan bayaran mahal dan menjanjikan akan terus membiayai semua kebutuhan panti. Kak Intan yang hanyalah sukarelawan tak dapat menggangu keputusan si gendut merah. Akhirnya Mey tinggal di kota. Di sana ia mendapatkan kemewahan, ia disekolahkan segala kebutuhan dan kemauan Mey terpenuhi. Tapi apalah arti itu semua jika ia harus kehilangan subuh butanya merasakan pertunjukan si burung terbang dengan sayap terindah, terbang bersamanya. Seakan-akan ia dapat melihat luas siulet segitiga di ujung cakrawala. Setiap harinya Mey diberi hadiah jika orang tua angkatnya pulang bekerja. Namun Mey menerimanya dengan perasaan sedih. Karena apapun yang diberikan kepadanya ia akan tetap kehilangan sang pagi bersama fajarNya.



Karena 'aku' tak butuh paksaan untuk bersamaNya.